Bendera Nabi Muhammad Rasulallah Berwarna Hitam dan Putih Bertuliskan Syahadatain
Manusia adalah makhluk simbol, sebab itu bagian ekspresi, kita mewakilkan siapa kita dari simbol-simbol yang selalu kita pakai dalam kehidupan kita, itu sangatlah lumrah
Biar kelihatan anak gaul, remaja zaman saya memakai anting di telinga kiri, gelang tali di tangan kiri, rambut belah tengah diberi gel, dan rantai dompet minus isinya
Atau agar terlihat anak bola, logo Manchester United dipasang mesra dengan logo Intermilan, tak lupa logo Barcelona, tapi saat ditanya apa favoritnya, jawabnya Hala Madrid
Bahkan anak-anak band hardcore bangga dengan kaos bertulis “Kerak Neraka Jahannam”, atau “Budak Setan”. Kita manusia perlu simbol untuk menunjukkan siapa kita
Sebelum Muslim, simbol kebanggan yang sering saya gambar ialah “Orlando Magic”, klub NBA favorit saya, saya juga sering gambar logo Neon Genesis Evangelion
Saya ingin menunjukkan “siapa saya” dan “inilah saya”. Lalu pertanyaannya, bila anda Muslim, apa yang seharusnya paling layak menjadi simbol yang anda banggakan?
Bila anda menjawab “kalimat syahadatain”, tos, kita sama. Itu bagi saya yang paling keren, yang paling menyatakan “INI AKU” melebihi simbol-simbol lainnya dalam Islam
Maka jangan heran, bila kalimat syahadatain ini sekarang laku keras diantara orang Muslim, walau kaum dzalim dan munafik selalu melabelinya dengan bendera ISIS atau teroris
Panji bertulis “Laa ilaaha illa Allah, Muhammadur Rasulullah” itu dengan bangga diangkat dari emak-emak wangi sampai kids zaman now, aki-aki sampai jomblo baperan
Mereka nyaman dan bangga dengan bendera ini, dan tebak siapa yang kepanasan dan panik? Tentu mereka yang tak punya rasa bangga pada syahdatainnya sendiri
Yakni para pengecer toleransi bablas, kapitalisme dan liberalisme yang jualannya mendadak amblas saat ummat Muslim sudah mulai sadar dan bangkit membela agamanya
Bangga pada agama itu pahala, apalagi dari hadits yang sampai pada kita, bahwa Rasulullah punya bendera putih dan hitam, bertuliskan syahadatain, wah, tambah bangga lagi
Itulah kalimat sebaik-baik dzikir, yang dengan prinsip itu kita hidup, kita mati, dan bangkit dengannya. Saat ini kita dibawahnya, di yaumil qiyamah mudah-mudahan jua