China Menentang Semua Pihak yang Mengakui Natuna Utara Milik Indonesia
LOMBOK GROUP, NEWS – China memang sangat gigih mempertahankan klaimnya di Natuna Utara milik Indonesia.
Entah apa yang dipikirkan China nekat memasukkan Natuna Utara milik Indonesia sebagai wilayah kedaulatannya.
China cuma beralasan faktor histroris membuatnya berhak memiliki Natuna Utara yang saat ini di bawah kendali Indonesia.
Faktor sejarah yang telah usang dimana pada 1949 pemerintah komunis RRC menemukan peta kekuasaan zaman dinasti Ming.
Dalam peta itu Dinasti Ming memasukkan pulau Natuna sebagai koloni jauh di selatan.
Kepengurusan dinasti Ming di Natuna yang mereka namai Anbuna tersebut berlangsung selama 200 tahun sebelum penjajahan Belanda di Nusantara.
Adalah laksamana Cheng Ho alias Zheng He yang pertama kali orang dari Dinasti Ming yang menginjakkan kaki di Natuna.
Ia kemudian membangun pangkalan angkatan laut di Natuna.
Tujuannya untuk mengatur lalu lintas kapal yang hendak masuk ke Nusantara.
Dengan dikuasainya Natuna, Dinasti Ming punya kelebihan mengendalikan lalu lintas kapal dan mengatur ekspor barang masuk ke Nusantara.
“Sebelum Dinasti Han, orang dahulu menyebut tempat ini Zhanghai, yang disebut Kepulauan Natuna sebagai Zhanghai Qitou dan menyebut Pulau Natuna sebagai Qitou Besar.
Karena lokasi lalu lintasnya, Dajiqitou digunakan oleh armada Zheng He sebagai pos pos pertama di laut, yang mengawali sejarah pengelolaan Kepulauan Natuna oleh Tiongkok,” jelas 163.com pada 16 Maret 2022.
Posisi Natuna semakin penting kala pelarian dari Dinasti Ming, Zhang Jiexu mendirikan kerajaan kecil di sana.
Zhang lantas membentuk persekutuan dagang Tionghoa bernama Nanhua untuk semakin memperkuat posisinya.
“Zhang Jiexu memonopoli bisnis pemasokan para penggali emas ini dengan mengendalikan dermaga air dan darat di sini jadi dia mendapat kekayaan materi yang sangat besar.
Akibat mengendalikan lokasi lalu lintas khusus Kepulauan Natuna, perusahaan Nanhua di bawah kepemimpinan Zhang berkembang dengan bantuan industri pelayaran laut yang sibuk di dekatnya, dan jumlah penduduk China di pulau itu meningkat pesat, menjadi tempat persinggahan yang terkenal,” papar 163.com.
Kerajaan Zhang ambruk saat Belanda menjajah Nusantara dan 350 tahun kemudian Indonesia merdeka dimana kedaulatan NKRI mencapai Natuna.
“Pada tahun 1724, Perusahaan Hindia Timur Belanda mengambil kesempatan untuk mencaplok Kerajaan Zhang, yang didirikan oleh Zhang Jiexu,” jelas 163.com.
Faktor historis di atas lah yang digunakan China untuk mengklaim Natuna Utara menjadi miliknya.
Pada 31 Desember 2019, juru bicara Kemenlu China secara gamblang menjelaskan mereka punya hak di Natuna Utara.
“China memiliki kedaulatan atas Kepulauan Nansha (Kepulauan Spratly) dan memiliki hak berdaulat dan yurisdiksi atas perairan yang relevan di dekat Nansha.
Sementara itu, China memiliki hak historis di Laut China Selatan.
Nelayan China telah lama terlibat dalam kegiatan perikanan di perairan yang relevan di dekat Kepulauan Nansha, yang telah lama legal dan sah.
Penjaga Pantai China menjalankan tugasnya dengan melakukan patroli untuk menjaga ketertiban laut dan melindungi hak dan kepentingan sah rakyat kita di perairan yang bersangkutan,” ujar Geng dikutip dari thinkchina.sg pada 24 Februari 2020.
Geng melanjutkan posisi China atas klaimnya di Natuna Utara tetap pada semula memasukkannya ke Nine Dash Line.
Ia ingin Indonesia tahu akan hal tersebut.
“Duta Besar kami untuk Indonesia menegaskan kembali posisi konsisten China di pihak Indonesia,” katanya.
Alasan satu ini sudah jelas bagi Indonesia bahwa China tak akan mundur dari Natuna Utara.
Langkah yang ditempuh Indonesia ada dua, yakni diplomasi dan penguatan angkatan bersenjata untuk mempertahankan Natuna Utara.
Untuk sisi diplomasi, Indonesia melontarkan ancaman bahwa Jakarta akan membawa masalah Natuna Utara ke forum internasional.
Indonesia akan memasukkan keberatannya atas klaim China ke pengadilan arbitrase internasional sehingga putusan di sana sebagai tameng akan tindakan semena-mena China.
“Indonesia mengatakan bahwa jika tidak dapat menyelesaikan perselisihan dengan China di perairan Kepulauan Natuna di Laut China Selatan, Indonesia dapat menggunakan jalur Pengadilan Internasional untuk menyelesaikannya,” tulis thepaper.cn.
Bagi Indonesia cara ini lebih baik daripada harus meletusnya bentrokan bersenjata di Natuna Utara melawan China.
Namun Indonesia juga sedang bersiap bertempur melawan China untuk mempertahankan Natuna Utara.
Langkah militer Indonesia ialah membeli alutsista standar NATO untuk melawan mesin perang China yang berbau Rusia itu.
Kemudian Indonesia menjalin kerja sama pertahanan lebih erat dengan Amerika Serikat (AS) untuk mendukung upaya mempertahankan Natuna Utara.
AS menyambut baik ajakan Indonesia untuk bersama-sama melawan China di Indo Pasifik terutama Natuna Utara.
“Kerja sama keamanan adalah pilar utama kemitraan strategis kami.
Amerika Serikat bangga menjadi mitra pertahanan terbesar Indonesia dalam hal jumlah latihan dan acara tahunan di mana kita berpartisipasi bersama.
Kerja sama kita dalam kontraterorisme dan dalam melawan ekstremisme kekerasan juga merupakan komponen penting dari upaya bersama kita untuk membangun dunia yang lebih aman.
Kami mendukung upaya kuat Indonesia untuk menjaga hak maritimnya dan melawan agresi RRT di Laut Cina Selatan, termasuk di zona ekonomi eksklusifnya di sekitar Kepulauan Natuna,” tegas state.gov.
Salah satu wujud dukungan AS ke Indonesia dalam mempertahankan Natuna Utara bakal diadakannya latihan perang skala besar, terbesar di Asia Pasifik bernama Super Garuda Shield 2022 dimana negeri ini jadi tuan rumahnya.
Super Garuda Shield hampir pasti diadakan di Natuna Utara dimana akan diikuti 14 negara dari seluruh dunia.
Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa menegaskan bahwa latihan Garuda Shield 2022 akan dilakukan oleh tiga matra angkatan bersenjata AS dan Indonesia.
“Kita selama ini latihan bersama dengan Amerika dan latihan ini antar angkatan maupun tingkat Mabes TNI sudah berjalan.
Kalau tidak salah, Angkatan Darat itu sudah 15 tahun dan tahun ini yang ke-16. Begitu juga Angkatan Udara, Angkatan Laut,” ujar Jenderal Andika dalam siaran di YouTube-nya, Kamis, 7 April 2022.
Mayor Jenderal US Army, Matthew McFarlane juga antusias menyambut adanya latihan bersama Indonesia-AS ini.
“Tidak hanya sesuatu yang sama setiap tahunnya, tapi juga meningkatkan meningkatkan kompleksitas, meningkatkan skala yang lebih besar.
“Konsep latihan Super Garuda telah mulai didiskusikan oleh Jenderal Andika dan Laksamana John C. Aquilino (komandan Indo Pasifik AS) secara garis besar,” katanya.
Indonesia sudah mengirim pesan tegas ke China menyoal Natuna Utara.
Tapi seperti yang dijelaskan di awal bahwa China akan mempertahankan klaimnya di Natuna Utara.
Geng Shuang pada 2 Januari 2020 sudah mengatakan jika China menolak putusan arbitrase internasional pada 2016 yang mementahkan klaim Nine Dash Line.
“Apa yang disebut putusan arbitrase Laut China Selatan adalah ilegal, batal demi hukum dan kami telah lama menjelaskan bahwa China tidak menerima atau mengakuinya,” kata Geng dikutip dari thinkchina.sg.
Ia melanjutkan bahwa Indonesia terima tidak terima China punya hak memiliki di Natuna Utara.
“Saya ingin menekankan bahwa posisi dan proposisi China sesuai dengan hukum internasional, termasuk UNCLOS.
Jadi apakah pihak Indonesia menerimanya atau tidak, tidak ada yang akan mengubah fakta objektif bahwa China memiliki hak dan kepentingan atas perairan yang bersangkutan (Natuna Utara)” jelas Geng.
Bahkan Geng memperingatkan siapapun, pihak manapun yang menentang bahwa China tak memiliki Natuna Utara serta wilayah klaimnya yang lain dan malah mengakui blok laut itu milik Indonesia maka akan berhadapan dengan Beijing.
“Pihak Tiongkok dengan tegas menentang negara, organisasi, atau individu mana pun yang menggunakan putusan arbitrase yang tidak sah untuk merugikan kepentingan China,” tegasnya.