Netizen Penasaran Buku Yang Dibaca Anies Baswedan, Ini Isinya
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan membagikan aktivitasnya di Minggu pagi, 22 November 2020. Dalam akun Twitternya @aniesbaswedan, mantan menteri pendidikan dan kebudayaan itu mengunggah fotonya saat sedang membaca buku.
“Selamat pagi semua. Selamat menikmati Minggu pagi,” kicau Anies di akun Twitternya, pagi tadi.
Dalam foto yang dibagikan, Anies mengenakan kemeja putih lengan pendek dan sarung merah marun dengan motif kotak-kotak kecil. Anies duduk dan terlihat membaca buku “How Democracies Die” bersampul hitam yang senada dengan jam tangan digitalnya.
Latar belakang rak buku coklat kayu berukuran sedang sejajar dengan rak kabinet yang di atasnya terdapat beberapa foto keluarga. Warganet penasaran dengan buku yang Anies baca. Akun @dodokasep merespon foto yang diunggah Anies dengan menulis, “Jadi penasaran sama bacaannya.”
Buku yang dibaca Anies ditulis oleh pakar politik dari Universitas Harvard Amerika, Steven Levitsky dan Daniel Ziblatt, pada 2018. Dalam bahasa Indonesia buku itu diterjemahkan: Bagaimana Demokrasi Mati. Di Tanah Air buku itu diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama.
Resensi buku itu menyebutkan demokrasi bisa mati karena kudeta atau mati pelan-pelan. Kematian itu bisa tak disadari ketika terjadi selangkah demi selangkah, dengan terpilihnya pemimpin otoriter, disalahgunakannya kekuasaan pemerintah, dan penindasan total atas oposisi.
Ketiga langkah itu sedang terjadi di seluruh dunia dan kita semua mesti mengerti bagaimana cara menghentikannya.
Dalam buku itu, dua profesor Harvard Steven Levitsky dan Daniel Ziblatt menyampaikan pelajaran penuh wawasan dari sejarah untuk menerangkan kerusakan rezim selama abad ke-20 dan ke-21.
Mereka menunjukkan bahayanya pemimpin otoriter ketika menghadapi krisis besar.
Berdasarkan riset bertahun-tahun, keduanya menyajikan pemahaman mendalam mengenai mengapa dan bagaimana demokrasi mati; suatu analisis pemicu kewaspadaan mengenai bagaimana demokrasi didesak; dan pedoman untuk memelihara dan memperbaiki demokrasi yang terancam, bagi pemerintah, partai politik, dan individu.
Sejarah tak berulang, Namun kita bisa melindungi demokrasi kita dengan belajar dari sejarah, sebelum terlambat.