• Lombok, Nusa Tenggara Barat
Islam dan Pancasila Mengapa Selalu Dibenturkan?

Islam dan Pancasila Mengapa Selalu Dibenturkan?

LOMBOK GROUP NEWS | Adu domba agama dengan Pancasila semakin meruncing. Kepala Badan Pembina Ideologi Pancasila (BPIP) menghembuskan pernyataan yang sangat fatal. Agama bagi Kepala BPIP Yudian Wahyudi adalah musuh Pancasila. Padahal sepanjang sejarah Republik Indonesia setelah Partai Komunis Indonesia (PKI) dinyatakan sebagai partai terlarang, baru kali ini oleh seorang kepala lembaga Negara, memulai kembali adu domba agama dan Pancasila.

Hal serupa pernah terjadi di bawah pemerintahan demokrasi terpimpin Soekarno (Orla) Waktu itu PKI menjadi salah satu partai yang paling dekat dengan penguasa. Karena itulah almarhum Jenderal Besar A.H. Nasution dalam sebuah pernyataannya mengingatkan kita bahwa yang mengadu domba Pancasila dan Islam hanya kaum Komunis.

Dalam pidatonya di Majelis Konstituante tanggal 13 November 1957, tokoh Islam Kasman Singodimedjo banyak mengkritisi pandangan dan sikap PKI terhadap Pancasila. Kasman menilai PKI hanya membonceng Pancasila untuk kemudian diubah sesuai paham dan ideologi komunisme.

Ketika itu PKI bermaksud mengubah sila Ketuhanan Yang Maha Esa menjadi “kebebasan beragama”. Termasuk dalam cakupan “kebebasan beragama” adalah “kebebasan untuk tidak beragama.”

Menyebut agama sebagai musuh utama Pancasila, tentu sangat bertentangan dengan sejarah Pancasila dan sejarah bangsa Indonesia. Pancasila diramu dan dirumuskan oleh para founding fathers bangsa ini berdasarkan nilai-nilai Islam. Kalau kita baca risalah sidang BPUPK dan risalah Sidang PPKI, dapat ditarik kesimpulan bahwa Pancasila itu dirumuskan berdasarkan nilai agama, khususnya Islam.

Pancasila adalah satu nilai yang hidup itu yang disebut sebagai filosofische groundslaag Indonesia merdeka. Sebagai falsafah, Pancasila adalah sumber nilai dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Sementara pondasi Pancasila adalah ketuhanan Yang Maha Esa sebagai fundamen utama dari keseluruhan sila itu. Pancasila adalah “Piagam Djakarta” minus tujuh kata. Piagam Djakarta  menyebutkan: Ketuhanan dengan kewadjiban mendjalankan sjari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknja; menurut dan kemanusiaan jang adil dan beradab, persatuan Indonesia dan kerakjatan jang dipimpin oleh hikmat-kebidjaksanaan dalam permusjarawaratan perwakilan, serta dengan mewudjudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh Rakjat Indonesia.

Maka menyebut agama sebagai musuh utama Pancasila adalah merupakan penistaan terhadap nilai-nilai Pancasila dan nilai-nilai agama yang hidup dalam masyarakat Indonesia. Sebetulnya antara Pancasila dan Agama merupakan dua hal yang tidak ada perbedaan sama sekali, baik dari segi konsep maupun implementasinya kalau dijalankan secara konsekuen.

Baca Juga:  APBN Indonesia Bangkrut, Karena Presiden Dibohongi Mentreinya

Akan berbeda lagi kalau Pancasila dijadikan alat untuk memukul lawan dengan memonopoli tafsiran Pancasila dengan pendekatan kekuasaan, sebagaimana juga yang sedang dikembangkan oleh BPIP sekarang ini. Tafsiran sepihak pada Pancasila pernah dilakukan oleh Orde Lama dan Orde Baru, dan kedua-duannya adalah pemerintahan yang otoriter. Apabila Pancasila ditafsirkan oleh penguasa, maka dapat dikatakan bahwa penguasa itu otoriter dan atau diktator.

Apa yang dilakukan oleh BPIP bukan hanya menafsirkan, justru Mengadu domba Pancasila dan Agama. Proyek Komunisme pada tahun 1960-An itu kini hidup kembali. Bagi PKI yang tidak beragama adu domba ini sangat menguntungkan, karena yang digalakkan oleh komunisme adalah perang mati-matian melawan agama.

Itulah ketika Lenin menulis sebuah artikel dia mensetir Karl Marx bahwa agama adalah Vodka yang memabukkan. Begitu juga yang dikembangkan oleh komunisme di seluruh dunia, bahwa agama adalah musuh utamanya. Karena bagi kaum komunis agama adalah musuh yang harus binasakan.

Aidit tokoh sentral PKI, dengan tegas mengatakan “Revolusi Mental tak akan berhasil kalau masyarakat tidak dijauhkan dengan agama”. Ada lagi tokoh yang dengan bangga mengatakan  “Revolusi Mental  akan gagal kalau agama tidak dipisahkan dengan Politik”, persis seperti yang diungkapkan oleh Yudian.

Sementara bagi kaum Pancasilais, Agama adalah kata kunci bagi falsafah Pancasila. Baik Agama Islam maupun agama-agama lain menyebutkan Pancasila sebagai titik temu agama-agama.

BPIP berbeda dalam hal ini. BPIP mengadu domba agama dan Pancasila dengan dalil bahwa agama merupakan musuh Pancasila. Tentu mirip sekali dengan gaya PKI. Hal tersebut sangat tidak Pancasilais, dan musuh Pancasila bukan agama, tetapi komunisme dan orang-orang yang memusuhi agama atau mereka yang anti agama.

Pancasila sebagai Titik Temu Agama-Agama

Bagi saya menyebut Agama adalah musuh Pancasila merupakan sikap dan perilaku anti Pancasila yang tidak selaras dengan nilai-nilai dan ajaran Pancasila. Orang yang menyebut itu bisa dibilang tidak pantas untuk untuk menduduki jabatan apa pun, karena di dalam jiwanya ada semangat anti-Pancasila.

Seharusnya Yudian Wahyudin sebagai seorang guru besar harus mampu mendamaikan suasana, apalagi jabatannya sebagai kepala BPIP yang katanya sebagai pembina Ideologi. Pancasila itu adalah titik temu bagi semua agama dan perbedaan dalam NKRI.

Baca Juga:  Manajemen Pertamina Bingung Cari Uang, Biaya Hidup Andalkan Utang

Risalah Perdebatan panjang konstituante dapat dijadikan pelajaran bagaimana menghasilkan perdebatan yang bermutu. Ada yang menarik dalam adu argumentasi itu, ketika Mononutu menyampaikan sebuah pidato yang disambut hangat oleh Mohammad Natsir.

Alnord Mononutu adalah seorang Kristen yang baik, anggota konstituante dari Partai Nasional Indonesia (PNI). Mononutu tidak menyebutkan Pancasila digali dari Masyarakat Indonesia, ia justru menyebut Intisari dari ajaran Injil.

Sementara Natsir adalah tokoh Islam yang paling berpengaruh, tokoh penting Partai Masyumi, jauh-jauh hari sebelum sidang Konstituante menyebut Pancasila dan ajaran Islam adalah merupakan satu kesatuan yang tidak bertentangan satu sama lain. Ketika berpidato di Pakistan maupun dalam berbagai tulisannya.

Natsir menegaskan pendiriannya itu dalam sidang konstituante dan mengatakan bahwa Pancasila merupakan point of referensi dari semua sila yang ada di sila ke empat. Sejalan dengan Natsir, Mononutu Dalam pidato yang disambut dengan penuh suka cita oleh Natsir itu (Lukman Hakim 2019), Mononutu dengan tegas berkata: “Ketuhanan Yang Maha Esa adalah bagi kami, pokok dan sumber dari lain-lain sila. Tanpa Ketuhanan Yang Maha Esa,Pancasila akan menjadi filsafat materialistis belaka.”

Akan tetapi, yang penting menurut Mononutu ialah bahwa Pancasila sebagai realisasi dari jalan pikiran monistis bangsa Indonesia adalah dasar negara yang bersifat religieus-monistis, adalah “titik pertemuan dari segala golongan yang percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa, apapun juga Nabi golongan itu masing-masing.”

Dengan riang gembira, Natsir menyambut pidato Mononutu: “Bukankah ini berarti, Saudara Ketua, kalau sudah demikian, di sinilah kita sampai pada satu titik pertemuan antara umat Kristen dan umat Islam, yakni sama-sama hendak mencari dasar negara yang bersumberkan kepada wahyu Ilahi. Baik yang melalui Injil ataupun melalui Quran.

Kisah kedua tokoh yang berbeda agama dalam sidang konstituante tersebut menjadi bukti nyata bahwa Pancasila dan agama merupakan dua hal yang tidak bertentangan satu dengan yang lain. Pancasila telah mempertemukan dua front besar yang selama ini berbeda, tempat bersepakatnya orang-orang beragama, dan agama menjadi sumber nilai bagi Pancasila. Maka Mononutu enggan menyebut Pancasila digali dari masyarakat Indonesia, melainkan Intisari dari ajaran Injil.

Sementara golongan Islam menganggap Pancasila adalah manifestasi dari nilai-nilai Islam yang dirumuskan mayoritas tokoh-tokoh Islam baik itu dalam sidang BPUPKI maupun PPKI.

Baca Juga:  "Bukti Kebenaran Hadits Rasul SAW, Salju Turun di Saudi Tanda Hari Akhir Kian Dekat"

Musuh Utama Pancasila

Sesungguhnya musuh utama Pancasila adalah orang yang memperkelahikan Pancasila dengan agama. Karena Pancasila mengakui agama dan Pancasila bersumber dari ajaran agama, khususnya Islam, bagaimana mungkin menjadi musuh Pancasila. Maka musuh Utama Pancasila adalah orang yang anti agama (Komunis)

Selain dari musuh utama, musuh selanjutnya adalah korupsi, kezaliman dan ketidakadilan. Kezaliman adalah musuh Pancasila. Karena ia telah membuat negeri ini menderita dalam waktu yang lama. Para penjahat kemanusiaan adalah musuh Pancasila.

Korupsi musuh yang paling berbahaya bagi Pancasila. Selain mengkhianati Pancasila juga merusak tatanan kehidupan bernegara. Korupsi Jiwasraya, korupsi Asabri, suap menyuap di KPU, dan kejahatan korupsi yang berjibun banyaknya terjadi akhir-akhir ini adalah merupakan musuh Pancasila.

Musuh Pancasila adalah pemimpin yang berbohong dan ingkar janji. Pemimpin yang berdusta, dan para pemujanya adalah musuh yang perlu diperangi oleh Pancasila. Perang melawan pembohong atau pendusta ini adalah kewajiban bagi orang-orang yang Pancasilais.

Saya menduga untuk menutupi kebohongan dan kedustaan itulah, maka Pancasila dan agama dipertentangkan. Ini ada hidden agenda yang ingin dimainkan untuk mengamankan isu Jiwasraya yang membuat negara ini bangkrut, utang yang tak terbayar akibat kekuasaan di pengang oleh orang-orang yang berjiwa “jongos”.

Kenaikan iuran BPJS yang memberatkan rakyat adalah kebijkan yang  tidak selaras dengan Pancasila. Membiarkan penguasaan lahan juataan hektar oleh korporasi, monopoli sumber daya alam oleh Asing, penguasaan tanah dan air yang menjadi hajat hidup orang banyak oleh oligarki ekonomi, merupakan kejahatan terhadap Pancasila.

Maka mengatakan agama sebagai musuh Pancasila hanya untuk mengalihkan perhatian publik pada tumpukan masalah saat ini. Karena itu kita perlu waspada bahwa ini Pancasila sedang diujung tanduk. Sebab PKI sebelum melakukan pemberontakan ia terus menerus mempertentangkan Pancasila dan Agama, untuk mengalihkan perhatian, dan sekarang situasi itu hampir sama.

Kita patut bertanya ini agenda apa dan untuk siapa?

Wallahualam bis shawab

Penulis : Dr. Ahmad Yani, SH. MH., 
Dosen FAkultas Hukum /Fisip UMJ dan Advokat

Sumber : Republika