Sirkuit Mandalika Mirip Sirkuit Sentul Jaman Dulu, Semoga Tidak Senasib
LOMBOK GROUP, NEWS – Perhatikan foto ini, dari koleksi foto lama milik otomotifnet atau gridoto. Foto saat sirkuit sentul di masa jaya-jaya-nya (GP500). Bukan main, penontonnya sampai dimana-mana. Berdiri di atas pagar, dan lain lain sebagainya.
Buat kalian yang pendek sekali wawasannya, karena terlanjur terkotak-kotak, nge-fans, dan lain-lain, ketahuilah, Indonesia pernah 2 kali jadi tuan rumah MotoGP. Tahun 1996, tahun 1997.
Wah, sy hepi, Indonesia akhirnya jadi tuan rumah lagi, 2022 ini. Itu seru. Apalagi di era medsos, dimana foto-foto, video-video lebih mudah dibagikan. MotoGP ini jadi hiburan, selain nonton bola. Asyik sekali lihat pembalap-pembalap top ‘nongkrong‘ di Lombok.
Tapi ketahuilah, ayo, ketahuilah, Indonesia pernah jadi tuan rumah MotoGP. Sirkuit Sentul pernah digadang-gadang jadi pusat olahraga kecepatan di dunia. Dipuji-puji setinggi langit. Indah, keren, megah. Bersorak-sorai, hebat sekali. Sama kayak Mandalika hari ini.
Lantas apa nasib Sentul sekarang? Begitulah.
Maka, semoga Mandalika tidak senasib.
Lagi-lagi, ingatan penduduk Indonesia itu puendeknya minta ampun. Gara-gara mereka menderita penyakit suka memuji, suka heboh sendiri. Tidak mau jasmerah sih.
Proses pembangunan Sentul dan Mandalika itu kurang lebih mirip-mirip lah. Menggusur tanah-tanah penduduk? Ehem, ayo diakui saja. Menggunakan privelege. Sentul karena friend-an dengan Cendana. Mandalika, BUMN, pakai uang negara juga sih (meski tidak mau ngaku).
Maka, semoga kisah Sentul tdk terulang lagi. Karena repot, Ssst…. 10-20 tahun lagi, berganti rezim, mendadak penduduk Indonesia ruame lagi memuji, memuja setinggi langit pembangunan sirkuit di Papua, atau Sulawesi, atau Maluku. Cantik banget. Keren, dll. Lagi-lagi, lupa sejarahnya.
Saking asyiknya kita memuji, sampai lupa, hei, kita itu berpuluh tahun levelnya cuma tuan rumah. Puluhan juta motor laku di negeri ini. Indonesia, belum pernah melahirkan pembalap yg memenangkan MotoGP. Kita cuma jadi pasar. Panitia balapan memang sukaaa banget bikin acara di sini, karena pasar pencinta motornya crazy.
Maka, kita habiskan uang buat beli motor, bikin sirkuit, bayar right balapan, dll, dsbgnya, kita hanya obyek alias tempat jualan mereka saja. Kita bukan pemain sesungguhnya.
*Tere Liye, penulis novel ‘Negeri Para Bedebah’